LAZ Al Hilal, Bandung – Bagaimana Islam memandang Fenomena Anak Indigo?Dalam memandang suatu fenomena, setiap muslim wajib berpedoman kepada Al-Quran dan Hadits Shohih. Pertama, Al-Quran dan Hadits adalah kebenaran mutlak. Kedua, ilmu pengetahuan dan sains selalu membuktikan kebenaran Al-Quran tersebut.
Disebutkan dalam Al-Quran bahwa pada prinsipnya tak ada manusia atau makhluk lainnya (jin) yang bisa mengakses apalagi mengetahui secara detail tentang hal-hal atau perkara ghaib.
Allah SWT berfirman:“(Dialah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu”. (Q.S. Al-Jin:26)
Jika ada anak memiliki kemampuan Indigo / Extra Sensory Perception (ESP), maka itu bagian dari ujian bagi anak dan orangtuanya.
Jika salah menyikapinya, bisa membahayakan aqidah.
Sebagai sebuah fenomena, tak boleh kita terjebak dalam mempercayai atau mengaminkan hal-hal yang disampaikan oleh orang Indigo tentang ramalan, hal-hal yang berbau kemusyrikan, dll.
Harusnya kita senantiasa fokus kepada kemahabesaran Allah. Kemampuan Indigo ternyata pernah disebutkan dalam Al-Quran.
Indigo bisa bersifat Karunia, Ditandai dengan Orientasi Tauhidullah
Kemampuan Indigo dikaruniakan hanya kepada hamba-hamba Allah yang shaleh dan mereka membuat orang atau manusia lainnya semakin bertauhid dan merendahkan diri di hadapan Allah SWT. Seperti terjadi pada Nabi Khidir AS yang memperoleh pengetahuan (seperti ilham atau intuisi) dari Allah tanpa proses belajar seperti manusia umumnya.
“Maka mereka berdua (Nabi Musa dan pembantunya) mendapatkan seorang hamba dari hamba-hamba Kami (yaitu nabi khidir), yang telah Kami anugrahi rohmat dan telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami”. (QS. Al-Kahfi: 65)
Waspada Saat Indigo Mengancam Aqidah
Terkait dengan perkara ghaib, mesti informasinya ada dan bersumber dari nash Quran ataupun Hadits, maka sikap kita mesti waspada saat orang dengan kemampuan Indigo, menginformasikan hal-hal yang tak ada di kedua nash itu.
Sebab urusannya berat, karena ini bisa masuk urusan aqidah.
Terkecuali jika anak Indigo menginformasikan gejala sakit dalam tubuh, yang dia tahu lewat kepekaan sensorinya, serta tak ada unsur yang membahayakan aqidah, hal tersebut masih bisa diterima.
Indigo bisa menjadi jalan bagi setan untuk merusak Aqidah Manusia.
“Wahai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan, sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu-bapakmu dari surga; ia menanggalkan pakaiannya dari keduanya untuk memperlihatkan –kepada keduanya–‘ auratnya. Sesungguhnya, ia (iblis/setan) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang (di sana) kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya, Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Al-A’raf: 27).
Cara terbaik menyikapi anak Indigo adalah mengarahkan anak tersebut untuk senantiasa taqarrub kepada Allah. Kuatkan keimannya kepada Allah SWT.
MONITOR, Jakara – Jin atau setan serta makhluk ghaib lainnya merupakan makhluk yang tidak bisa dilihat oleh mata orang biasa, kelebihan melihat jin merupakan salah satu mukzijat nabi Sulaiman A.S. selain itu tidak ada satu pun manusia yang dapat melihat makhluk halus, tapi bagaimana dengan anak indigo? Pasti anda akan bertanya-tanya karna kelebihan dari anak indigo yang banyak orang tahu adalah mereka bisa melihat makhluk halus atau ada yang bisa sampai meramal masa depan.
Ustadz Ammi Nur Baits, Alumni Madinah International University yang sekarang berprofesi sebagai Penceramah Agama akan menjawab salah satu pertanyaan yang banyak mengenai fenomena anak indigo.
Memang diantara sifat manusia adalah curiosity, semangat untuk selalu ingin tahu. Meskipun bisa jadi dia tidak memiliki banyak kepentingan dalam hal ini. Namun apapun itu, pertanyaan semacam ini menunjukkan sengamat untuk memahami masalah sesuai koridor agama. Kami memberikan apresiasi positif untuk setiap upaya mengembalikan semua permasalahan kepada Al-Quran dan sunah.
Terkait fenomena anak indigo, ada beberapa catatan yang bisa kita beri garis tebal,
Pertama, islam tidak menolak realita
Sebelumnya, mari kita memahami peta realita berikut,
Realita dibagi menjadi dua:
1. Realita syar’i: itulah semua berita yang disampaikan dalam Al-Quran dan sunah yang sahih. Misalnya: meteor yang memancarkan cahaya di langit, sejatinya adalah panah api untuk melempar setan yang berusaha mencari berita dari langit. Sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Quran surat al-Jin ayat 9. Meskipun kita tidak pernah melihat peristiwa ini dengan kasat mata, namun mengingat hal ini Allah ceritakan dalam Al-Quran maka wajib kita yakini, karena demikianlah realita yang ada. Contoh lain: Jibril memiliki 600 sayap, sebagaimana dinyatakan dalam hadis riwayat Bukhari. Meskipun kita tidak pernah melihat wujud asli Jibril, namun mengingat hal ini disebutkan dalam hadis shahih, maka wajib kita yakini.
2. Realita kauni merupakan semua kejadian yang Allah ciptakan di alam ini. Misalnya, ada orang melihat kejadian aneh, kemduian dia abadikan gambarnya, lalu dia share ke yang lain. Kita tidak mungkin mengingkari kejadian ini, karena orang yang melihat langsung membawakan bukti asli sesuai yang dia saksikan.
Penyimpangan terhadap dua realita di atas, kita sebut berita dusta. Jika berita dusta itu terkait masalah syariat atau keyakinan, diistilahkan dengan tahayul. Misalnya: berita bahwa pada hari rabu terakhir di bulan safar, akan turun 320 ribu bencana. Berita ini masuk dalam ranah masalah ghaib. Karena indera manusia tidak pernah mendeteksi 320 ribu bencana yang turun di hari itu. Sehingga untuk membuktikan kebenaranya, kita perlu kembalikan kepada dalil, adakah ayat atau hadis shahih yang menyebutkannya. Jika tidak ada, termasuk tahayul, yang tidak boleh diyakini.
Anda bisa menimbang semua informasi masalah ghaib yang simpang siur di sekitar kita dengan cara di atas. Sehingga kita bisa membedakan antara keyakinan yang benar dengan tahayul semata.
Fenomena indigo termasuk realita yang bisa kita saksikan. Ada anak yang berkomunikasi dengan makhluk lain, atau dia melihat makhluk lain, dan itu asli tidak dibuat-buat.
Sebatas kejadian yang bisa kita lihat, termasuk fenomena kauni. Kejadian yang Allah ciptakan di alam ini. Selama kejadian itu memang benar-benar ada, islam tidak melarang kita untuk membenarkannya, karena islam tidak menolak realita.
Kedua, kemampuan dasar makhluk
Islam tidak menolak fenomena anak indigo jika memang itu realita. Kita boleh meyakininya, selama kejadian itu memang benar-benar ada di sekitar kita. Namun realita yang boleh kita yakini dalam hal ini hanya sebatas yang bisa kita lihat. Sementara tentang hakekat anak indigo, perlu kajian yang lebih serius utnuk bisa menjelaskan dan memberi komentar.
Di sini kita tidak menggali hakekat dan sebab si anak menjadi indigo. Sebagian ahli medis menyebutkan, anak indigo mengidap ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), semacam gangguan perkembangan dan keseimbangan aktivitas motorik anak sehingga menyebabkan aktivitasnya tidak lazim dan cenderung berlebihan. Ada juga yang menyebutkan, anak indigo bisa seperti itu karena memiliki kemampuan melihat jin. Dan beberapa analisis lainnya.
Hanya saja ada beberapa informasi tentang anak indigo yang disuasanakan berlebihan. Sebuah analisis ‘ngawur’ menyebutkan beberapa kemampuan luar biasa anak indigo,
Jika kita perhatikan kemampuan di atas, bisa disimpulkan bahwa anak indigo tak ubahnya seperti seorang Nabi. Karena satu-satunya manusia yang kita kenal memiliki kemampuan hebat seperti di atas hanya para nabi, atas bimbingan wahyu dari Tuhannya.
Namun sayang, banyak juga mereka yang mempercayai hal ini, terutama para budak klenik dan ramalan.
Kembali pada peta realita, berbagai kemampuan ‘hebat’ dalam daftar di atas, jelas bukan termasuk realita kauni. Karena kita tidak pernah menyaksikan proses anak indigo itu mengekspresikan kemampuannya. Yang kita lihat hanyalah, dia berbicara sendiri dengan tembok, pohon atau benda lainnya, atau dia menatap dengan pandangan nanar kemudian melakukan reaksi tertentu, atau dia ngomong tanpa beban kemudian menyampaikan masa depan, atau dia menceritakan halusinasi dalam pikirannya, dst. Anehnya, mereka menanggapinya terlalu serius.
Tidak ada yang melebihi kemampuannya
Anak indigo siapapun dia, tetap manusia. Dia tidak akan melampaui batas kemampuannya sebagai manusia. Semua kemampuan di atas, sejatinya tidak mungkin dimiliki manusia, selain Nabi yang mendapat wahyu dari Allah.
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ
“Katakanlah: “tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah..”
Di ayat lain, Allah berfirman,
وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ
“Katakanlah: …Sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira”.
Di ayat lain, Allah juga menegaskan,
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا ( ) إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا
Dia adalah Tuhan yang mengetahui yang ghaib, dan Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya. Sesungguhnya Dia Mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (QS. Al-Jin: 26 – 27)
Dalam hadis dari Rubayyi’ bintu Mu’awidz radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan,
قَالَتْ جَارِيَةٌ: وَفِينَا نَبِيٌّ يَعْلَمُ مَا فِي غَدٍ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لاَ تَقُولِي هَكَذَا وَقُولِي مَا كُنْتِ تَقُولِينَ»
“Ada seorang anak yang mengatakan, ‘Di tengah-tengah kami ada seorang nabi yang mengetahui apa yang terjadi besok.’ Spontan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan, ‘Jangan kau ucapkan hal itu, ucapkanlah syair yang tadi kalian lantunkan.’ (HR. Bukhari 4001).
Jika demikian kemampuan yang ada pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tidak mengetaui hal ghaib, tidak bisa meramalkan masa depan, kecuali yang Allah wahyukan, bagaimana mungkin kita meyakini anak indigo mampu menerawang masa depan, melihat kejadian masa silam, meraba kejadian di tempat lain dalam waktu bersamaan, menebak isi hati orang, komunikasi dengan benda mati, komunikasi dengan Tuhan, menggerakkan benda dari jauh, dst.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendatangi Ibnu Shayyad, seorang yang dianggap bisa meramal. Beliau ngetes kemampuannya: ‘Tebak kata yang kusimpan dalam hatiku!’ Ibnu Shayyad mengatakan, ‘Dukh..’ Mendengar jawaban ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اخْسَأْ، فَلَنْ تَعْدُوَ قَدْرَكَ
‘Duduklah, kamu tidak akan melebihi batas kemampuanmu.’ (HR. Bukhari)
Pendapat yang kuat, ketika itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyimpan firman Allah di surat Ad-Dukhan ayat 10. (Keterangan Fuad Abdul Baqi dalam Ta’liq Shahih Bukhari).
Ketiga, indigo dan jin
Bagian ini perlu kita kupas ulang, karena memungkinkan untuk dilakukan pendekatan berdasarkan dalil. Beberapa laporan menyebutkan anak indigo melihat sesuatu yang tidak kita lihat.
Ada dua kemungkinan yang dia lihat, antara malaikat atau jin. Untuk malaikat, dipastikan tidak mungkin. Karena malaikat hanya akan melakukan tugas yang diperintahkan Allah. Sementara tidak mungkin malaikat melakukan tugas kecuali untuk sesuatu yang penting.
Dengan demikian, yang lebih pasti adalah jin. Anak ini melihat jin. Apa mungkin? Sangat mungkin.
Allah tegaskan dalam Al-Quran ketika membahasa tentang iblis:
إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ
“Sesungguhnya dia (iblis) dan kabilahnya (semua jin) bisa melihat kalian dari suatu tempat yang kalian tidak bisa melihat mereka.” (QS. Al-A’raf: 27).
Inilah sifat asli jin. Dia tidak bisa dilihat oleh manusia. Akan tetapi jin bisa menjelma menjadi makhluk yang lain, sehingga bisa terindera oleh manusia. Baik dengan dilihat, didengar, atau diraba. Sebagaimana kisah Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu pada hadis berikut,
Suatu ketika Ubay pernah menangkap jin yang mencuri makanannya. Ubay bin Ka’ab berkata kepada Jin: “Apa yang bisa menyelamatkan kami (manusia) dari (gangguan) kalian?”. Si jin menjawab: “Ayat kursi… Barangsiapa membacanya di waktu sore, maka ia akan dijaga dari (gangguan) kami hingga pagi, dan barangsiapa membacanya di waktu pagi, maka ia akan dijaga dari (gangguan) kami hingga sore”. Lalu paginya Ubay menemui Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- untuk menuturkan hal itu, dan beliau menjawab: “Si buruk itu berkata benar”. (HR. Hakim, Ibnu Hibban, Thabarani dan lainnya, Albani mengatakan: Sanadnya Thabarani Jayyid)
Kejadian yang sama juga pernah dialami Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Beliau menangkap jin yang mencuri makanan zakat fitrah.
al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, “Jin terkadang menjelma dengan berbagai bentuk sehingga memungkinkan bagi manusia untuk melihatnya. Firman Allah Ta’ala, ‘Sesungguhnya iblis dan para pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang (di sana) kamu tidak bisa melihat mereka,’ khusus pada kondisi aslinya sebagaimana dia diciptakan.” (Fathul Bari, 4:489).
Karena itu, jika benar anak indigo melihat jin, bukan karena dia memiliki kemampuan khusus melebihi yang lain, sehingga bisa melihat jin. Namun karena ada jin yang menampakkan diri kepadanya.
Keempat, Kondisi tidak Normal
Catatan tambahan yang penting untuk disebutkan. Kejadian anak indigo sejatinya adalah kondisi tidak normal. Baik karena sebab ADHD atau melihat jin. Karena normalnya manusia, dia hanya bisa berinteraksi dengan sesuatu yang bisa memberikan respon kepadanya. Jika sebabnya karena gangguan kejiwaan, bisa dilarikan ke ahli penyakit terkait, sehingga bisa dilakukan penanganan.
Demikian pula jika indigonya disebabkan melihat jin. Juga termasuk kondisi tidak normal. Karena dalam kondisi normal, sejatinya mansuia tidak bisa melihat jin. Ketika ada orang yang melihat jin, berarti dia tidak normal. Karena tidak normal, kasus semacam ini perlu dinormalkan (baca: diobati). Melihat jin, berarti ada jin yang usil dan mengganggunya. Dia harus usir jin ini agar segera meninggalkannya. Jika tidak, akan sangat sulit bagi si anak untuk melepaskan diri dari gangguan jin itu.
Istilah orang indigo tentu bukan hal yang asing di telinga Teman Setia. Mereka disinyalir memiliki kemampuan untuk merasakan atau melihat hal tak kasat mata di sekitarnya. Sebagian orang tidak menampik akan adanya istilah indigo, namun ada juga pihak yang tidak sejalan dengan kondisi tersebut.
Lantas bagaimana ranah psikologi menanggapi kondisi anak indigo?. Indigo merupakan kondisi psikologis unik yang perlu dipahami. Seorang psikolog, Ikhsan Bella Persada,M.Psi., menyebut indigo sebagai gifted atau berkat.
Sependapat dengan Indriya Gamayanti, Psikolog RSUD Sardjito yang sering menangani klien indigo menerangkan bahwa kemampuan ini memiliki mekanisme yang sama dengan bakat. Orang indigo memiliki kemampuan lebih dalam mempersepsi hal-hal yang ada di sekitarnya, atau yang disebut Extra Sensory Perception (ESP). Hal tersebut yang membuat orang indigo seolah-olah dapat meramal dan melihat masa depan. Seperti halnya seorang indigo yang menangkap sinyal alam berupa feeling bahwasannya akan terjadi hujan. Oleh psikolog hal ini dikarenakan ia memiliki kepekaan tinggi terhadap kelembaban udara, tiupan angin dan lain sebagainya.
Dapat dilihat bahwa anak Indigo dianggap memiliki kecerdasan yang luar biasa. Namun, faktanya mereka cenderung bermasalah terhadap keotoritasan yang memiliki sifat sangat sensitif dan emosional sehingga banyak orang mengira mereka mengalami masalah kesehatan mental yang disebut ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). ADHD adalah gangguan kesehatan mental yang menyebabkan anak kesulitan untuk memusatkan perhatian dan tampak memiliki banyak energi sehingga sangat aktif (hiperaktif).
Selain itu, dalam perspektif keilmuan psikologi anak-anak indigo bisa didiagnosis dengan cara yang berbeda, yakni ADD dan Skizofrenia atau Highly Sensitive Person.
Meski demikian, tidak semua anak indigo identic dengan pembuat onar. Yang dialami oleh setiap anak indigo tentu berbeda-beda. Memiliki kemampuan tersebut tentu terdapat sisi positif dan negatif. Positifnya dengan kemampuan ini seorang anak indigo dapat mencegah kemungkinan buruk yang akan terjadi seperti membaca masa yang akan datang misalnya, memahami tentang teluh dan cara mengatasinya, mengetahui apa yang tidak diketahui orang pada umumnya dan lain sebagainya. Namun di sisi lain ketidakenakan memiliki kemampuan ini adalah saat di mana seseorang yang memiliki kemampuan ini mulai bisa berinteraksi dengan entitas tak kasat mata di mana hal ini akan mempengaruhi kondisi fisik maupun psikis.
Akun ini dibuat untuk keperluan edukasi #temanmagang di Radio Suara Salatiga. Untuk informasi terkait pelaporan postingan dapat menghubungi Admin SSFM
Bagikan Dengan Sekali Klik:
ARISAN DALAM PANDANGAN ISLAM
Oleh Ustadz Kholid Syamhudi Lc
Hampir seluruh penduduk diseluruh pelosok tanah air mengenal yang namanya arisan. Arisan yang berkembang di masyarakat bermacam-macam bentuknya. Ada arisan motor, arisan haji, arisan gula, arisan semen dan lain-lain. Ternyata fenomena ini juga tidak hanya di negeri ini, di negara Arab dikenal sejak abad ke sembilan hijriyah yang dilakukan oleh para wanita Arab dengan istilah jum’iyyah al-muwazhzhafin atau al-qardhu at-ta’awuni, hingga kini fenomena ini masih berkembang dengan pesat. Bila demikian sudah mendunia, tentunya tidak lepas dari perhatian dan penjelasan hukum syar’i bentuk mu’amalah seperti ini oleh para Ulama. Apalagi permasalahan ini termasuk kontemporer dan belum ada sebelumnya di masa para salaful ummah dahulu. Fenomena ini demikian semarak dilakukan kaum Muslimin karena adanya kemudahan dan banyak membantu mereka serta . Bagaimana sebenarnya hukum arisan dalam Islam ?
Hakekat Arisan Kata Arisan adalah istilah yang berlaku di Indonesia. Dalam kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa arisan adalah pengumpulan uang atau barang yang bernilai sama oleh beberapa orang, lalu diundi diantara mereka. Undian tersebut dilaksanakan secara berkala sampai semua anggota memperolehnya. (Kamus Umum Bahasa Indonesia, Wjs. Poerwadarminta, PN Balai Pustaka, 1976 hlm : 57 )
Ini sama dengan pengertian yang disampaikan Ulama dunia dengan istilah jum’iyah al-muwazhzhafin atau al-qardhu at-ta’awuni. Jum’iyyah al-muwazhzhafin dijelaskan para Ulama sebagai bersepakatnya sejumlah orang dengan ketentuan setiap orang membayar sejumlah uang yang sama dengan yang dibayarkan yang lainnya. Kesepakatan ini dilakukan pada akhir setiap bulan atau akhir semester (enam bulan) atau sejenisnya, kemudian semua uang yang terkumpul dari anggota diserahkan kepada salah seorang anggota pada bulan kedua atau setelah enam bulan –sesuai dengan kesepakatan mereka -. Demikianlah seterusnya, sehingga setiap orang dari mereka menerima jumlah uang yang sama seperti yang diterima orang sebelumnya. Terkadang arisan ini berlangsung satu putaran atau dua putaran atau lebih tergantung pada keinginan anggota.
Hakekat arisan ini adalah setiap orang dari anggotanya meminjamkan uang kepada anggota yang menerimanya dan meminjam dari orang yang sudah menerimanya kecuali orang yang pertama mendapatkan arisan maka ia menjadi orang yang berhutang terus setelah mendapatkan arisan, juga orang yang terakhir mendapatkan arisan, maka ia selalu menjadi pemberi hutang kepada mereka anggota.
Berdasarkan hal ini, apabila salah seorang anggota ingin keluar dari arisan pada putaran pertama diperbolehkan selama belum pernah berhutang (belum menarik arisannya). Apabila telah berhutang maka ia tidak punyak hak untuk keluar hingga selesai putaran arisan tersebut sempurna atau melunasi hutang-hutang kepada setiap anggota arisan.
Berdasarkan definisi diatas, para Ulama memberikan tiga bentuk arisan yang umum beredar di dunia; yaitu:
Hukum Arisan Secara Umum. Ada dua pendapat para Ulama dalam menghukumi arisan dalam bentuk yang dijelaskan dalam hakekat arisan di atas, tanpa ada syarat harus menyempurnakan satu putaran penuh.
Pendapat pertama mengharamkannya. Inilah pendapat Syaikh Prof. Dr. Shalih bin Abdillah al-Fauzaan, Syaikh Abdulaziz bin Abdillah Alu syaikh (mufti Saudi Arabia sekarang) dan Syaikh Abdurrahman al-Barâk.
Argumentasi mereka adalah :
نَهَى النَّبِيُّ صلّ الله عليه وسلّم عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِيْ بَيْعَةٍ
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam melarang dua jual beli dalam satu jual beli [HR Ahmad dan dihasankan Syaikh al-Albani radhiyallahu anhu dalam Irwâ’ul Ghalîl 5/149]
Itu adalah pendapat sekelompok Ulama yang pertama, sedangkan kelompok yang lain berpendapat bahwa arisan itu boleh. Inilah fatwa dari al-hâfizh Abu Zur’ah al-‘raqi (wafat tahun 826), (lihat Hasyiyah al-Qalyubi 2/258) fatwa mayoritas anggota dewan majlis Ulama besar (Hai’ah Kibaar al-Ulama) Saudi Arabia, diantara mereka Syaikh Abdulaziz bin Bâz (mufti Saudi Arabia terdahulu) dan Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin serta Syaikh Abdullan bin Abdurrahman Jibrin.
Argumentasi mereka adalah:
Pendapat yang rajih Setelah melihat kepada argumentasi para Ulama diatas, penulis buku Jum’iyah al-Muwadzafin Prof. DR. Abdullah bin Abdulaziz al- Jibrin merajihkan pendapat yang membolehkan dengan alas an :
Dengan demikian jelaslah hukum Arisan tanpa syarat yang menjadi bentuk pertama ini hukumnya adalah boleh.
Hukum Bentuk Kedua yaitu Arisan dengan syarat harus sempurna satu putaran. Dalam bentuk yang kedua ini, para Ulamapun berbeda pendapat sama dengan bentuk yang pertama. Pendapat yang mengharamkannya menganalogikan (qiyâs) kepada pengharaman bentuk pertama. Sehingga argumentasi seputar pengharaman bentuk ini sama dengan bentuk yang pertama dengan ditambahkan adanya syarat tambahan syarat manfaat untuk yang menghutangkan. Syarat tambahan itu adalah adanya pihak ketiga atau lebih yang meminjamkan uangnya (dengan membayar iuran arisan tersebut). Ini tidak diperbolehkan karena riba disebabkan adanya tambahan manfaat keuntungan yang didapatkan oleh pemberi hutang.
Pendapat ini dapat dijawab bahwa syarat yang disepakati para Ulama dalam mengharamkan dan memberlakukan hukum riba pada sesuatu adalah adanya penetapan syarat manfaat berupa keuntungan yang dirasakan dan diperoleh oleh pemberi hutang dari orang yang berhutang hanya karena semata-mata hutang. Dan ini tidak ada dalam bentuk arisan ini; karena manfaat keuntungan yang disyaratkan disini tidak diberikan oleh penghutang sama sekali dan juga manfaat keuntungannya dirasakan oleh semua peserta arisan kecuali yang dapat urutan terakhir karena ia hanya memberikan hutang terus dan tidak berhutang kepada yang lainnya.
Oleh sebab itu, Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah dan Syaikh Abdullah bin Jibrin membolehkan arisan bentuk ini.
Pendapat yang rajih Prof.DR. Abdullah ali Jibrin setelah meneliti dan menjelaskan argumentasi para Ulama seputar masalah ini, beliau mengatakan, “Belum nampak bagiku adanya faktor yang menyebabkan terlarangnya arisan yang bersyarat seperti ini. Tidak ada dalil kuat yang dapat dijadikan sandaran dalam mengharamkannya. Hukum asal dalam mu’amalat itu halal. Arisan ini memiliki manfaat untuk semua pesertanya tanpa menimbulkan madharat pada salah satu dari mereka. (Jum’iyah al-Muwadzaffin, hlm 53)
Dengan demikian bentuk kedua inipun diperbolehkan secara syariat.
Bentuk ketiga bersyarat seluruh peserta harus menyempurnakan lebih dari sekali putaran Hakekat model arisan seperti ini adalah arisan dengan syarat pemberi hutang memberikan syarat kepada orang yang akan berhutang kepada mereka untuk menghutangkan kepadanya di putaran kedua dan seterusnya.
Hukum masalah ini pun berkisar pada masalah bolehkah orang yang menghutangkan sesuatu menetapkan syarat pada yang berhutang untuk memberinya hutangan di waktu yang akan datang dan apakah syarat tersebut memberikan tambahan manfaat keuntungan pada pemberi hutang pertama ?
Yang rajih dalam bentuk ini adalah haram, karena ada padanya syarat tambahan manfaat keuntungan untuk yang menghutangkan hanya karena hutang yang pertama tadi.
Demikianlah hukum arisan yang belum mengalami perubahan dan tambahan-tambahan. Sedangkan arisan-arisan yang berkembang dewasa ini, masih harus diteliti kembali kehalalannya dengan melihat sistem yang dibuat dalam arisan tersebut. Apabila sesuai dengan yang telah dijelaskan hakekatnya maka hukumnya adalah yang sduah dijelaskan diatas. Apabila tidak sesuai maka harus diteliti dan dihukumi sesuai dengan system yang diperlakukan dalam bentuk arisan tersebut.
(Makalah ini disarikan dari buku Jum’iyyah al-Muwadzdzafin (al-Qardh at-Ta’awuni) karya Prof. Dr. Abdullah bin Abdulaziz Ali Jibrin, hlm 5-56, terbitan Dar alam al-Fawaid, cetakan pertama/Dzulqa’dah 1419H)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XVI/1433H/2012M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
Penulis : Tirza Nirmala Srisastra (Mahasiswa Jurusan Psikologi, Universitas Brawijaya, Malang)
Manusia adalah mahkluk yang luar biasa, namun dibalik itu manusia juga memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Semua itu dapat menjadi pemaknaan yang berbeda tergantung diri kita masing-masing.Berbicara mengenai kelebihan dan kekurangan hal itu juga dirasakan oleh seorang Indigo.Fenomena indigo di Indonesia masih menimbulkan berbagai persepsi, misalnya seperti anggapan bahwa Indigo hanya seputar mampu melihat apa yang tidak bisa dilihat kebanyakan manusia, dianggap gila, aneh atau bahkan kadang dianggap sebagai sebuah kekurangan. Ada juga yang berpendapat bahwa hal itu merupakan karunia dari Yang Maha Kuasa.Seorang indigo seringkali hanya dinilai berdasarkan sisi mistiknya saja, padahal ada penjelasan lain dari sisi ilmiah mengenai kemampuan yang berbeda ini.Indigo sendiri memiliki pengertian sebagai seseorang yang memiliki aura warna nila, punya cara berpikir yang khas atau berbeda, serta pembawaan diri yang lebih dewasa sehingga membuatnya tampak berbeda dan unik dibandingkan anak pada umumnya. (Soecipto, 2011: 5).Mengutip penjelasan dari Dr. Erwin Kusuma dr. SpKJ(K) dalam (Soecipto, 2011: 7) memberikan pengertian mendalam mengenai seorang indigo. Indigo bukan sebuah penyakit atau kelainan jiwa, indigo adalah individu yang memiliki kemampuan lebih dari manusia pada umumnya, seorang indigo memerlukan perhatian khusus dari lingkungan sekitarnya, agar terhindar dari ketidakstabilan kondisi mental. Seorang Indigo tidak memiliki perbedaan secara fisik dan perkembangan mental dengan orang-orang pada umumnya.
https://www.psychologytoday.com/us/blog/creative-development/201304/highly-sensitive-children
Soecipto, N. A. (2011). Rahasia Besar Anak Indigo. Jogjakarta: Azna Books.
Fauzan, M. F., & Supratman, L. P. (2019). Studi Fenomenologi Tentang Komunikasi Antarpribadi Anggota Komunitas Anak Indigo Indonesia. Jurnal Manajemen Komunikasi, 1(2), 180. https://doi.org/10.24198/jmk.v1i2.11684
Empat Dimensi Islam dalam Pandangan Muhammadiyah; Liputan Ain Nurwindasari
PWMU.CO – Islam dalam pandangan Muhammadiyah itu ada empat dimensi, yaitu akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Prof Dr Biyanto MAg saat menyampaikan materi Puasa dan Tauhid Sosial pada kegiatan Pengajian Ramadhan oleh Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang Muhammadiyah GKB, Jumat (31/03/2023).
“Jadi empat dimensi ajaran Islam itu tidak terpisah, itu tauhid sosialnya dapat juga ya,” terangnya.
Biyanto mengingatkan bahwa seharusnya memang aspek ritual dan sosial seorang Muslim tidak dipisah.
“Ada istilah STMJ, shalat terus maksiat jalan. Saya pernah nulis di Jawa Pos, Ritual yang Terbelah. Ritual itu ya shalat, haji, puasa,” ujarnya.
Ia lantas mengisahkan ada seorang hakim ditangkap oleh KPK, lalu ditanya, uang hasil korupsi untuk apa saja, dijawab sebagian untuk ibadah umroh bersama keluarga
“Umroh itu kan ibadah. Tapi uangnya hasil dari menjarah negara. Maka itu seperti kita mencuci baju memakai air najis, maka baju kita tidak akan suci,” ucapnya.
Sama halnya dengan orang yang korupsi maupun mencuri dalam bentuk lainnya, menurut Biyanto, jika kemudian uangnya itu dibagikan untuk membangun masjid, membangun sekolahan, membantu anak yatim dan kebaikan lainnya, maka hal itu merupakan wujud dari ritual yang terbelah.
Demikian pula, “Banyak Muslim menengah ke atas suka milih, haji plus, haji plus plus, itu untuk menunjukkan kelas sosialnya. Yang reguler kan 40 hari, tapi yang plus kan cuma dua pekan. Ada banyak ritual kita bagaimana ibadah itu tidak sejalan dengan amalan sosialnya,” ungkapnya.
Karena menurut Biyanto, tauhid merupakan dimensi bagaimana seseorang membangun hubungan baik dengan Allah, sementara sosial itu bagaimana kita membangun hubungan baik dengan sesama.
“Agama kita menekankan pentingnya beramal shaleh. Bahkan doktrin Muhammadiyah menekankan betapa pentingnya amal,” ucapnya.
Biyanto menuturkan bahwa hal itu terbukti di dalam al-Qur’an kata ‘amanuu wa ‘amilus shalihah’ selalu terrangkai.
“Supaya kita tidak berhenti di iman, tauhid, tapi tauhid harus berlanjut ke amal sosial,” tuturnya.
Ia lantas mengatakan, “Coba amati hadis nabi, tidak sempurna iman seseorang jika ia tidak mencintai suadaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Iman lalu amal sholih, itu tauhid sosial,” terangnya.
Hadits lain yang menunjukkan keterkaitan tauhid dengan amal, Biyanto memaparkan, ialah:
وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ
“Barang siapa yang membantu seseorang ia akan dibantu oleh Allah,” katanya.
Biyanto lantas menjelaskan bahwa indeks kedermawanan negara-negara dunia 2021, Indonesia menjadi negara paling dermawan.
“Indikatornya 3, apakah ada lembaga untuk menyalurkan donasi, apakah ada donasi dalam bentuk uang maupun barang, ketiga apakah donasi itu juga diberikan kepada orang asing,” terangnya.
Selanjutnya Biyanto mengutip al-Maidah ayat 113:
مَن قَتَلَ نَفۡسَۢا بِغَيۡرِ نَفۡسٍ أَوۡ فَسَادٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ ٱلنَّاسَ جَمِيعٗا وَمَنۡ أَحۡيَاهَا فَكَأَنَّمَآ أَحۡيَا ٱلنَّاسَ جَمِيعٗاۚ
“Bahwa barang siapa yang membunuh satu jiwa, seakan-akan membunuh seluruh jiwa, Itu kan komitmen nilai-nilai kemanusiaan ya. Jadi islam itu agama yang ada dimensi ketuhanannya ada dimensi sosial kemanusiaannya,” jelasnya.
Karena itu, Biyanto mengingatkan agar seseorang seharusnya tidak memisakan antara akidah dan akhlak.
“Bahkan di surat al-Ma’un soal bagaimana orang yang sholat lalu tidak bisa menangkap makna sholat dianggap sebagai orang yang mendustakan agama,” terangnya.
Biyanto lantas mengutip an-najm ayat 39-42:
وَأَن لَّيۡسَ لِلۡإِنسَٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ ٣٩ وَأَنَّ سَعۡيَهُۥ سَوۡفَ يُرَىٰ ٤٠ ثُمَّ يُجۡزَىٰهُ ٱلۡجَزَآءَ ٱلۡأَوۡفَىٰ ٤١ وَأَنَّ إِلَىٰ رَبِّكَ ٱلۡمُنتَهَىٰ
“Barang siapa menanam akan memanen,” ucapnya.
Biyanto menjelaskan bahwa beramal memiliki kekuatan yang dahsyat di masa datang.
“Mari kita wujudkan, saya beramal maka saya ada. Banyak orang beramal ribuan tahun lalu, masih kita kenang,” ucapnya.
Ia mencontohkan Nabi Muhammad SAW yang telah meninggal ribuan tahun lalu, namun masih disebut-sebut. Dan menjadi yang pertama dalam 100 tokoh dunia yang paling berpengaruh dalam sejarah.
“Nabi Isa usianya berapa, 33 tahun. Tapi usia diisi dengan amal yang luar biasa, maka Nabi Isa dikenang sampai kini,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Biyanto menekankan bahwa kualitas manusia tidak ditentukan oleh latar belakang dan apa yang dia miliki melainkan ditentukan oleh amalnya.
“Pak Haedar (Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir) mengajarkan merawat kata, jadi kata itu harus dilanjutkan dengan laku, menjaga satunya kata dengan laku. Kalau katakan tidak pada korupsi ya tidak,” ucapnya.
Biyanto lantas mengingatkan kembali hakikat puasa.
“Puasa itu sangat pribadi, karena itu tidak boleh puasa bermewah mewah, karena puasa itu mengajarkan sederhana, sabar,” tandasnya. (*)Editor Mohammad Nurfatoni
Megabintang Portugal, Cristiano Ronaldo ingin masuk islam. Hal itu diungkapkan langsung oleh mantan kiper Al Nassr, Waleed Abdullah.
Dalam Islam, mengambil sesuatu yang merupakan milik orang lain adalah tindakan terlarang, bahkan termasuk dosa besar. Sehingga kepemilikan suatu harta atau yang serupa dalam Islam sangat dihargai dan dijaga. Begitu juga hak milik tanah, yang mana dalam hukum yang berlaku di Indonesia juga telah diatur dan dibuktikan dengan adanya sertifikat.
Dalam agama Islam, menyerobot tanah milik orang lain atau sekelompok orang, termasuk lembaga seperti Muhammadiyah, atau mengambilnya dengan cara-cara yang tidak dibenarkan secara agama, hukum dan norma masyarakat termasuk kezaliman, yang perlu diselesaikan dengan adil dan berkaitan dengan hak sesama manusia.
Orang yang telah mezalimi orang lain atau banyak orang, terlebih yang berkaitan dengan harta, jikapun bertaubat disyaratkan untuk mendapat kerelaan dari orang-orang yang terzalimi tersebut.
Bahkan dalam sebuah hadits dari Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhu– bahwa Nabi –shallallahu alaihi wa sallam– bersabda, “Berhati-hatilah terhadap doa orang yang terzalimi karena tiada penghalang antara dirinya dengan Allah”Hadits Sahih Riwayat al-Bukhari.
Secara lebih detail, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Sa’id bin Zayd, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda, “Barangsiapa yang mengambil sejengkal tanah dengan dzalim maka pada hari Kiamat tanah tersebut akan dikalungkan padanya sebanyak tujuh lapis”. (HR: Bukhari Muslim)
Sedangkan dalam riwayat lain dari Zuhayr bin Harb disebutkan, “Tidaklah salah seorang dari kalian mengambil sejengkal tanah orang lain yang bukan haknya, melainkan Allah akan menghimpitnya dengan tujuh lapis bumi pada hari Kiamat kelak”. (HR: Muslim).
Hadits-hadits ini secara jelas membahas tentang balasan orang yang mengambil tanah dengan cara yang tidak dibenarkan, dan bukan dalil yang membicarakan tentang balasan orang yang berbuat kezaliman, menunjukkan bahwa memang perkara yang menyangkut tanah ini bukan hal yang ringan.
Karena tanah merupakan harta yang tidak bisa dipindah kepemilikan dengan mudah. Walaupun pemiliknya berganti atau diwariskan, denah dan luas tanah tetaplah sama. Sehingga jika ada yang mengambilnya dengan cara yang tidak benar, akan tetap terbukti bersalah.
Begitu juga yang berlaku pada perebutan lahan, perebutan rumah, perebutan aset milik personal atau milik lembaga seperti persyarikatan. Perlu penyelesaian yang benar dan tuntas sehingga tidak menimbulkan masalah baru di masa mendatang dan tidak meluas.
Sehingga, tindakan ambil alih, penyerobotan dengan cara apapun akan tetap tampak dan mudah disadari dan hanya orang yang tidak bernurani saja yang mampu melakukannya dengan tenang. Berbeda dengan harta lainnya, seperti mobil, motor, laptop, emas dan semisalnya. barang-barang ini mudah diklaim dan mudah dimodifikasi sehingga pelaku menghilangkan jejak dengan mudah.
Pandangan Islam Terhadap Anak Indigo Menurut Ustadz Faizar
Rabu, 27 Juli 2022 - 15:23 WIB
VIVA Lifestyle – Belakangan ini banyak sekali yang menghubungan beberapa kejadian dengan kemampuan indigo menerawang hal gaib atau bahkan meramal peristiwa yang akan datang. Mulai dari musibah yang terjadi kepada figur publik, sampai peristiwa bencana yang terjadi belakangan ini. Sampai akhirnya banyak orang yang penasaran tentang indigo menurut Islam.
Ustadz Muhammad Faizar saat hadir dalam podcast Cerita Untungs menjelaskan apa yang dimaksud dengan indigo. Menurut dia, kata indigo berasal dari bahasa Spanyol yang berarti warna nila, biru gelap, atau ungu. Warna tersebut sebetulnya adalah warna cakra yang menurut kepercayaan orang indigo di tubuh manusia ada tujuh cakra.
“Paling bawah warnanya merah letaknya ada di antara, maaf, kemaluan dan lubang dubur. Kemudian yang ada di bawah pusar itu oren warnanya jingga. Kemudian diatasnya lagi kuning. Kemudian di dada itu warna hijau. Naik ke tenggorokan itu biru, baru ke cakra mata ketiga yaitu indigo warnanya nila,” ucap Ustadz Faizar.
Letak cakra indigo tersebut berada di tengah-tengah antara kedua mata atau kedua alis. Cakra tersebut kemudian sering disebut mata batin oleh sekelompok orang yang mengaku dirinya sebagai indigo. Selain itu, ada pula cakra yang paling atas cakra ajna berwarna ungu dan terakhir ada cakra yang berwarna putih.
Lebih lanjut dia menyebut bahwa banyak orang yang hanya memahami indigo dalam sisi interdimensional. Ini adalah anak-anak yang bisa berhubungan langsung dengan makhluk antar dimensi atau entitas astral. Dengan kata lain, entitas astral tersebut adalah golongan bangsa jin dan bahkan banyak orang yang mengaku sering berkomunikasi dengan mereka.
“Bahkan ada yang ngeklaim dirinya itu bisa berinteraksi dengan roh-roh orang yang sudah meninggal. Kemudian diwawancarai ‘kenapa kok meninggal?’, ‘kenapa kok bunuh diri?’, ‘kenapa kecelakaan?’, ‘kejadiannya bagaimana’. Itu versi mereka, kalo kita jelas itu gak benar yang semacam itu,” jelasnya.
Ia kemudian membuat sebuah buku lantaran merasa prihatin dengan akidah umat manusia zaman sekarang. Terlebih saat ini ada banyak anak muda yang terobsesi dengan ruh orang yang sudah meninggal bisa diajak bicara. Hal itu ternyata bertentangan dengan prinsip-prinsip dalam Al Quran.
Selaku kaum muslimin, Ustadz Faizar memiliki kewajiban dalam mengingatkan kepada saudara seagama supaya tidak mempercayai hal tersebut. Ia menegaskan jangan meyakini konsep reinkarnasi atau penjelajah waktu karena ini tidak termasuk ke dalam akidah umat Islam.
Megabintang Portugal, Cristiano Ronaldo ingin masuk islam. Hal itu diungkapkan langsung oleh mantan kiper Al Nassr, Waleed Abdullah.
Money politic atau politik uang identik dengan Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Biasanya menjelang pencoblosan, muncul “serangan fajar” dengan membagikan sejumlah uang kepada masyarakat agar mau mencoblos pilihan tertentu. Suara rakyat pun dibeli dengan iming-iming sejumlah uang.
Seperti yang dilansir dari laman jateng.bawaslu.go.id, menurut Juliansyah (2007), politik uang adalah suatu upaya mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan materi atau dapat juga diartikan jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan dan tindakan membagi-bagikan uang baik milik pribadi atau partai untuk mempengaruhi suara pemilih (voters).
Selain menggunakan uang, politik uang pun bisa dalam bentuk pemberian barang atau hadiah tertentu untuk kenang-kenangan, pembiayaan beragam aktivitas atau pelayanan tertentu, berbagai bentuk donasi, atau bagi-bagi proyek pemerintah.
Baca Juga: Pemimpin Suka Berbohong? Htai-Hati Ini Dia Ancaman dari Allah!
Dalam pandangan Islam, praktik money politic ini termasuk tindakan yang tidak etis dan bertentangan dengan nilai kejujuran, keadilan, dan transparansi. Bahkan, money politic termasuk ke dalam tindak penyuapan dan melanggar aturan hukum. Politik uang pun bisa menjadi cikal bakal kejahatan korupsi di masa yang akan datang.
Secara hukum, tindakan politik uang termaktub dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Pasal 523 ayat 1,2, dan 3 dan juga pada Pasal 515 dalam UU Pemilu yang menyatakan bahwa:
“Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).”
Politik Uang dalam Pandangan Islam
Politik uang identik dengan penyuapan. Di dalam Islam, penyuapan merupakan tindakan yang sangat dilarang dan dibenci oleh Allah Swt. Politik uang pun merupakan perbuatan dosa dan termasuk ke dalam kebathilan.
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 188).
Politik uang dalam pandangan Islam termasuk ke dalam kategori risywah yang diharamkan. Risywah sendiri merupakan pemberian sesuatu kepada seseorang agar orang tersebut mau melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Baca Juga: Jelang Pemilu, Ini Dia Kriteria Pemimpin yang Baik Menurut Rasulullah
“Dari Abdullah bin Amr, ia berkata bahwa Rasulullah saw. melaknat orang yang melakukan penyuapan dan yang menerima suap.” (H.R. Tirmidzi dan Abu Dawud).
Itulah pembahasan seputar politik uang dalam pandangan Islam. Semoga tulisan ini bisa memberikan pencerahan dan wawasan baru.
Sahabat, sudahkah bersedekah hari ini? Rumah Zakat mengajak Sahabat untuk bersedekah setiap hari melalui infak.id.
Melalui infak.id, Sahabat akan mendapatkan kemudahan dan kepraktisan dalam bersedekah. Dengan bersedekah, maka harta kita pun menjadi lebih berkah dan bermanfaat bagi sesama.
Mari tebarkan #ManfaatHebat di manapun kita berada melalui Infak.id!
Perasaan kamu tentang artikel ini ?
Pandangan Islam Terhadap Anak Indigo Menurut Ustadz Faizar
Rabu, 27 Juli 2022 - 15:23 WIB
VIVA Lifestyle – Belakangan ini banyak sekali yang menghubungan beberapa kejadian dengan kemampuan indigo menerawang hal gaib atau bahkan meramal peristiwa yang akan datang. Mulai dari musibah yang terjadi kepada figur publik, sampai peristiwa bencana yang terjadi belakangan ini. Sampai akhirnya banyak orang yang penasaran tentang indigo menurut Islam.
Ustadz Muhammad Faizar saat hadir dalam podcast Cerita Untungs menjelaskan apa yang dimaksud dengan indigo. Menurut dia, kata indigo berasal dari bahasa Spanyol yang berarti warna nila, biru gelap, atau ungu. Warna tersebut sebetulnya adalah warna cakra yang menurut kepercayaan orang indigo di tubuh manusia ada tujuh cakra.
“Paling bawah warnanya merah letaknya ada di antara, maaf, kemaluan dan lubang dubur. Kemudian yang ada di bawah pusar itu oren warnanya jingga. Kemudian diatasnya lagi kuning. Kemudian di dada itu warna hijau. Naik ke tenggorokan itu biru, baru ke cakra mata ketiga yaitu indigo warnanya nila,” ucap Ustadz Faizar.
Letak cakra indigo tersebut berada di tengah-tengah antara kedua mata atau kedua alis. Cakra tersebut kemudian sering disebut mata batin oleh sekelompok orang yang mengaku dirinya sebagai indigo. Selain itu, ada pula cakra yang paling atas cakra ajna berwarna ungu dan terakhir ada cakra yang berwarna putih.
Lebih lanjut dia menyebut bahwa banyak orang yang hanya memahami indigo dalam sisi interdimensional. Ini adalah anak-anak yang bisa berhubungan langsung dengan makhluk antar dimensi atau entitas astral. Dengan kata lain, entitas astral tersebut adalah golongan bangsa jin dan bahkan banyak orang yang mengaku sering berkomunikasi dengan mereka.
“Bahkan ada yang ngeklaim dirinya itu bisa berinteraksi dengan roh-roh orang yang sudah meninggal. Kemudian diwawancarai ‘kenapa kok meninggal?’, ‘kenapa kok bunuh diri?’, ‘kenapa kecelakaan?’, ‘kejadiannya bagaimana’. Itu versi mereka, kalo kita jelas itu gak benar yang semacam itu,” jelasnya.
Ia kemudian membuat sebuah buku lantaran merasa prihatin dengan akidah umat manusia zaman sekarang. Terlebih saat ini ada banyak anak muda yang terobsesi dengan ruh orang yang sudah meninggal bisa diajak bicara. Hal itu ternyata bertentangan dengan prinsip-prinsip dalam Al Quran.
Selaku kaum muslimin, Ustadz Faizar memiliki kewajiban dalam mengingatkan kepada saudara seagama supaya tidak mempercayai hal tersebut. Ia menegaskan jangan meyakini konsep reinkarnasi atau penjelajah waktu karena ini tidak termasuk ke dalam akidah umat Islam.